Eksistensi UKM dalam perekonomian Indonesia cukup dominan dan signifikan. Sedikitnya, terdapat 3 (tiga) indikator yang menunjukkan bahwa keberadaan UKM di Indonesia memiliki posisi dominan dan signifikan. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Berdasarkan data pada Biro Pusat Statistik dan Kementrian Koperasi & UKM, jumlah UKM tercatat 42,39 juta, dengan ketentuan 98 % tergolong usaha kecil, 1.5% tergolong usaha kecil dan 0,5% tergolong usaha menengah. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UKM menyerap 79,04 juta tenaga kerja atau 99,4% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56,72% dari total PDB (BPS, 2004).
Bagi pihak intermediary system, semangat pengembangan UKM masih sangat ”canggung“ untuk ditanggapi, artinya pengembangan UKM yang digalakkan oleh pemerintah (kementrian Koperasi) dipandang masih sangat sulit menjadi primadona portfolio investasi yang mampu meningkatkan nilai bagi para pemegang saham. Dengan adanya kecenderungan ini, lumrah saja jika fakta penguasaan aset nasional untuk pengusaha golongan ekonomi lemah hanya mencapai 8 %, kemudian usaha koperasi juga hanya mencapai 10%. Sedang untuk BUMN pengusaan aset nasional mampu mencapai 24% dan sisanya sebesar 58% dikuasai oleh 200-300 group usaha besar.
Di sisi lain, permasalahan UKM yang berkaitan dengan sumber daya manusia (human resources), manajemen, funding access, informasi teknologi dan market acces membuat para pengusaha UKM –umumnya- memposisikan diri untuk ”apatis“ dalam membangun simbiosis yang harmonis dengan pihak intermediary. Hal ini terbukti dengan data yang menunjukkan bahwa hanya 31% pihak UKM yang menerima kucuran kredit, sisanya sebanyak 21% ditolak (tidak visible) dan bahkan 48% pengusaha UKM tidak mengajukan kredit pembiayaan sama sekali dari pihak perban.
Berkenaan dengan hal itu salah satu industri memiliki potensi untuk dikembangkan dan sebagai penopang kebutuhan pokok rakyat yang berkembang adalah peternakan ayam potong. Namun masih banyak kendala yang dihadapi para pelaku usaha pada komoditas ini. Akhir-akhir ini kenaikan bahan baku menyebabkan tingkat keuntungan pelaku usaha semakin berkurang meski efisiensi biaya produksi telah dilakukan, sementara jika harga dinaikkan dengan kondisi daya beli masyarakat yang makin lemah membuat kehidupan masyarakat kian sulit. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang mendalam baik dari aspek produksi, pemasaran dan keuangan dalam mengukur tingkat kelayakan sekaligus melihat peluang dan hambatan pada industri ini. Apalagi ditambah dengan kondisi merebaknya penyakit flu burung yang menjadikan permintaan terhadap daging ayam merosot tajam.
Berdasarkan paparan tersebut maka dalam kajian ini akan dirancang analisis kelayakan ekonomi yang terdiri dari analisis marketing, produksi dan sumberdaya manusia dan analisis finansial untuk melihat kelayakan usaha ternak ayam potong di wilayah Parung Hijau.
Bagi pihak intermediary system, semangat pengembangan UKM masih sangat ”canggung“ untuk ditanggapi, artinya pengembangan UKM yang digalakkan oleh pemerintah (kementrian Koperasi) dipandang masih sangat sulit menjadi primadona portfolio investasi yang mampu meningkatkan nilai bagi para pemegang saham. Dengan adanya kecenderungan ini, lumrah saja jika fakta penguasaan aset nasional untuk pengusaha golongan ekonomi lemah hanya mencapai 8 %, kemudian usaha koperasi juga hanya mencapai 10%. Sedang untuk BUMN pengusaan aset nasional mampu mencapai 24% dan sisanya sebesar 58% dikuasai oleh 200-300 group usaha besar.
Di sisi lain, permasalahan UKM yang berkaitan dengan sumber daya manusia (human resources), manajemen, funding access, informasi teknologi dan market acces membuat para pengusaha UKM –umumnya- memposisikan diri untuk ”apatis“ dalam membangun simbiosis yang harmonis dengan pihak intermediary. Hal ini terbukti dengan data yang menunjukkan bahwa hanya 31% pihak UKM yang menerima kucuran kredit, sisanya sebanyak 21% ditolak (tidak visible) dan bahkan 48% pengusaha UKM tidak mengajukan kredit pembiayaan sama sekali dari pihak perban.
Berkenaan dengan hal itu salah satu industri memiliki potensi untuk dikembangkan dan sebagai penopang kebutuhan pokok rakyat yang berkembang adalah peternakan ayam potong. Namun masih banyak kendala yang dihadapi para pelaku usaha pada komoditas ini. Akhir-akhir ini kenaikan bahan baku menyebabkan tingkat keuntungan pelaku usaha semakin berkurang meski efisiensi biaya produksi telah dilakukan, sementara jika harga dinaikkan dengan kondisi daya beli masyarakat yang makin lemah membuat kehidupan masyarakat kian sulit. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang mendalam baik dari aspek produksi, pemasaran dan keuangan dalam mengukur tingkat kelayakan sekaligus melihat peluang dan hambatan pada industri ini. Apalagi ditambah dengan kondisi merebaknya penyakit flu burung yang menjadikan permintaan terhadap daging ayam merosot tajam.
Berdasarkan paparan tersebut maka dalam kajian ini akan dirancang analisis kelayakan ekonomi yang terdiri dari analisis marketing, produksi dan sumberdaya manusia dan analisis finansial untuk melihat kelayakan usaha ternak ayam potong di wilayah Parung Hijau.
Indo Yama Nasarudin
Dosen UIN Syarif Hidayatullah
pada jurusan manajemen fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah
pada jurusan manajemen fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial.
0 komentar:
Posting Komentar