Ayam hutan hijau adalah nama sejenis burung yang termasuk kelompok unggas dari suku Phasianidae, yakni keluarga ayam, puyuh, merak, dan sempidan. Ayam hutan diyakini sebagai nenek moyang ayam peliharaan. Dalam bahasa daerah, ayam ini disebut dengan berbagai nama seperti canghegar atau cangehgar (Sd.), ayam alas (Jw.), ajem allas atau tarattah (Md.).
Memiliki nama ilmiah Gallus varius (Shaw, 1798), ayam ini dalam bahasa Inggris disebut Green Junglefowl, Javan Junglefowl, Forktail, atau Green Javanese Junglefowl; yakni merujuk pada warna dan asal tempatnya.
Ayam jenis ini menyukai daerah terbuka dan berpadang rumput, tepi hutan dan daerah dengan bukit-bukit rendah dekat pantai. Ayam-hutan Hijau diketahui menyebar terbatas di Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara termasuk Bali. Di Jawa Barat tercatat hidup hingga ketinggian 1.500 m dpl, di Jawa Timur hingga 3.000 m dpl dan di Lombok hingga 2.400 m dpl.
Pagi dan sore ayam ini biasa mencari makanan di tempat-tempat terbuka dan berumput, sedangkan pada siang hari yang terik berlindung di bawah naungan tajuk hutan. Ayam-hutan Hijau memakan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing, kodok dan kadal kecil.
Ayam ini kerap terlihat dalam kelompok, 2 – 7 ekor atau lebih, mencari makanan di rerumputan di dekat kumpulan ungulata besar seperti kerbau, sapi atau banteng. Selain memburu serangga yang terusik oleh hewan-hewan besar itu, Ayam-hutan Hijau diketahui senang membongkar dan mengais-ngais kotoran herbivora tersebut untuk mencari biji-bijian yang belum tercerna, atau serangga yang memakan kotoran itu.
Pada malam hari, kelompok ayam hutan ini tidur tak berjauhan di rumpun bambu, perdu-perduan, atau daun-daun palem hutan pada ketinggian 1,5 – 4 m di atas tanah.
Ayam hutan hijau berbiak antara bulan Oktober-Nopember di Jawa Barat dan sekitar Maret-Juli di Jawa Timur. Sarang dibuat secara sederhana di atas tanah berlapis rumput, dalam lindungan semak atau rumput tinggi. Telur 3-4 butir berwarna keputih-putihan.
Tak seperti keturunannya ayam kampung, Ayam-hutan Hijau pandai terbang. Anak ayam hutan ini telah mampu terbang menghindari bahaya dalam beberapa minggu saja. Ayam yang dewasa mampu terbang seketika dan vertikal ke cabang pohon di dekatnya pada ketinggian 7 m atau lebih. Terbang mendatar, Ayam-hutan Hijau mampu terbang lurus hingga beberapa ratus meter; bahkan diyakini mampu terbang dari pulau ke pulau yang berdekatan melintasi laut.
Pagi dan petang hari, ayam jantan berkokok dengan suaranya yang khas, nyaring sengau. Mula-mula bersuara cek-kreh.. berturut-turut beberapa kali seperti suara bersin, diikuti dengan bunyi cek-ki kreh.. 10 – 15 kali, dengan jeda waktu beberapa sampai belasan detik, semakin lama semakin panjang jedanya. Kokok ini biasanya segera diikuti atau disambut oleh satu atau beberapa jantan yang tinggal berdekatan. Ayam betina berkotek mirip ayam kampung, dengan suara yang lebih kecil-nyaring, di pagi hari ketika akan keluar tempat tidurnya.
Sumber : Wikipedia
Memiliki nama ilmiah Gallus varius (Shaw, 1798), ayam ini dalam bahasa Inggris disebut Green Junglefowl, Javan Junglefowl, Forktail, atau Green Javanese Junglefowl; yakni merujuk pada warna dan asal tempatnya.
Ayam jenis ini menyukai daerah terbuka dan berpadang rumput, tepi hutan dan daerah dengan bukit-bukit rendah dekat pantai. Ayam-hutan Hijau diketahui menyebar terbatas di Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara termasuk Bali. Di Jawa Barat tercatat hidup hingga ketinggian 1.500 m dpl, di Jawa Timur hingga 3.000 m dpl dan di Lombok hingga 2.400 m dpl.
Pagi dan sore ayam ini biasa mencari makanan di tempat-tempat terbuka dan berumput, sedangkan pada siang hari yang terik berlindung di bawah naungan tajuk hutan. Ayam-hutan Hijau memakan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing, kodok dan kadal kecil.
Ayam ini kerap terlihat dalam kelompok, 2 – 7 ekor atau lebih, mencari makanan di rerumputan di dekat kumpulan ungulata besar seperti kerbau, sapi atau banteng. Selain memburu serangga yang terusik oleh hewan-hewan besar itu, Ayam-hutan Hijau diketahui senang membongkar dan mengais-ngais kotoran herbivora tersebut untuk mencari biji-bijian yang belum tercerna, atau serangga yang memakan kotoran itu.
Pada malam hari, kelompok ayam hutan ini tidur tak berjauhan di rumpun bambu, perdu-perduan, atau daun-daun palem hutan pada ketinggian 1,5 – 4 m di atas tanah.
Ayam hutan hijau berbiak antara bulan Oktober-Nopember di Jawa Barat dan sekitar Maret-Juli di Jawa Timur. Sarang dibuat secara sederhana di atas tanah berlapis rumput, dalam lindungan semak atau rumput tinggi. Telur 3-4 butir berwarna keputih-putihan.
Tak seperti keturunannya ayam kampung, Ayam-hutan Hijau pandai terbang. Anak ayam hutan ini telah mampu terbang menghindari bahaya dalam beberapa minggu saja. Ayam yang dewasa mampu terbang seketika dan vertikal ke cabang pohon di dekatnya pada ketinggian 7 m atau lebih. Terbang mendatar, Ayam-hutan Hijau mampu terbang lurus hingga beberapa ratus meter; bahkan diyakini mampu terbang dari pulau ke pulau yang berdekatan melintasi laut.
Pagi dan petang hari, ayam jantan berkokok dengan suaranya yang khas, nyaring sengau. Mula-mula bersuara cek-kreh.. berturut-turut beberapa kali seperti suara bersin, diikuti dengan bunyi cek-ki kreh.. 10 – 15 kali, dengan jeda waktu beberapa sampai belasan detik, semakin lama semakin panjang jedanya. Kokok ini biasanya segera diikuti atau disambut oleh satu atau beberapa jantan yang tinggal berdekatan. Ayam betina berkotek mirip ayam kampung, dengan suara yang lebih kecil-nyaring, di pagi hari ketika akan keluar tempat tidurnya.
Sumber : Wikipedia
0 komentar:
Posting Komentar